METAPHORICAL THINKING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA


METAPHORICAL THINKING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

A. Hubungan Metafora Dengan Pembelaaran Matematika

Matematika merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan kita. Sejak dari bangun tidur sampai tidur kembali, kita selalu berhubungan dengan matematika. Segala aktivitas kita selalu dapat dihubungkan dengan matematika. Namun ironisnya, masih banyak siswa yang menganggap matematika merupakan sesuatu yang tidak disenangi, menakutkan bahkan dibenci. Siswa tidak menyadari kalau hampir setiap kegiatan yang dia lakukan selalu berhubungan dengan matematika walaupun matematika yang sangat mendasar sekali. Siswa tidak menyadari ketika sedang jajan di kantin pasti mereka akan menggunakan matematika. Walaupun dalam keseharian mereka tidak lepas dari yang namanya matematika, tetapi jika dalam dalam kegiatan apersepsi di kelas ditanya tentang kegunaan atau hubungan masalah kehidupan sehari-hari dengan materi yang akan dipelajari mereka tidak dapat menjawabnya. Adapun yang bisa menjawab hanya satu atau dua orang siswa itupun memerlukan waktu beberapa menit. 
Hal ini dimungkinkan karena kebiasaan guru yang langsung masuk ke dalam topik atau materi yang akan dipelajari atau  tidak menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Turmudi (2009:13) yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang selama ini disampaikan kepada siswa hanya bersifat informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat kemelekatannya juga dapat dikatakan rendah. Kegiatan belajar seperti ini cenderung membuat siswa hanya meniru dan menghafal apa yang disampaikan guru tanpa adanya pemahaman, sehingga pada saat siswa diberi suatu permasalahan lain dan kondisi lain di luar konteks yang diajarkan, siswa tidak mampu menyelesaikannya karena merasa bingung dan tidak paham.
Tetapi kondisi siswa seperti ini bukan hanya kesalahan guru tetapi mungkin ada faktor lain yang menyebabkannya. Seperti pernyataan Russeffendi (2006: 468) yang mengemukakan ada sepuluh faktor yang mempengaruhi  keberhasilan siswa dalam belajar antara lain sebagai berikut: (1) kecerdasan, (2)kesiapan belajar, (3) bakat, (4) kemauan belajar, (5) minat, (6) cara penyajian materi pembelajaran, (7) pribadi dan sikap pengajar, (8) suasana pengajaran, (9) kompetensi pengajar, dan (10) kondisi masyarakat luas.
Dari kesepuluh poin tersebut menunjukkan bahwa cara penyajian materi menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Apakah penyampaiannya membuat siswa tertarik dan termotivasi untuk mempelajari matematika dengan baik dan timbul perasaan bahwa saya butuh matematika. Ataukah penyampaian yang dilakukan justru membuat siswa bosan dan merasa tidak ada gunanya belajar matematika.
Menghadapi kondisi itu, pembelajaran matematika harus mengubah citra dari pembelajaran yang mekanistis menjadi humanistik yang menyenangkan. Pembelajaran yang dulunya memasung kreativitas siswa menjadi yang membuka kran kreativitas. Pembelajaran yang dulu berkutat pada aspek kognitif menjadi yang berkubang pada semua aspek termasuk kepribadian (Siswono, 2007)
Hasil studi Carreira, S (2001:56) dalam Hendriana (2012)  mengatakan bahwa penerapan masalah matematika dalam fenomena nyata memberikan kondisi tersendiri untuk menghasilkan makna dan pengertian dalam konsep matematika tersebut. Ruseffendi (1991:172) pemahaman konsep akan lebih baik jika dikaitkan dengan keadaan lain (domain lain). Selanjutnya, Carreira, S (2001: 262) memberikan gambaran bahwa menemukan hubungan antara matematika dan fenomena nyata adalah sebuah proses dan usaha memainkan model yang penting. Ini dikarenakan model matematika merupakan rangkuman sejumlah konsep matematika dan rangkuman sejumlah interpretasi yang memerlukan interpretasi yang akurat. Perlu proses yang integrative antara model dan aplikasi matematika dalam pembelajarannya di kelas. Seluruh aktivitas diharapkan mempunyai pengaruh positif pada belajar matematika sehingga belajar matematika menjadi bermakna.
Banyak alterantif yang bisa dilakukan agar penyajian materi pelajaran dapat lebih menarik. Salah satu alternatif tersebut adalah dengan menggunakan metafora. Dengan metafora siswa dapat lebih memahami dan memaknai matematika tidak sekedar menghafal rumus. Metafora yang diberikan dapat berupa cerita-cerita sukses, perumpamaan-perumpamaan atau simulasi. Setelah pembelajaran siswa diharapkan memiliki wawasan yang lebih tentang kehidupan nyata yang akan dilaluinya kelak, sehingga motivasi mereka untuk lebih sungguh- sungguh dalam memahami pelajaran matematika dapat ditingkatkan. Penyajian materi dengan metafora dalam pembelajaran memiliki peranan penting untuk meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa, karena penyajian metafora membawa siswa ke dalam suasana yang penuh kegembiraan dan keharuan, sehingga menciptakan kegembiraan serta pemaknaan dalam proses belajar selanjutnya. Penelitian menyampaikan kepada kita bahwa tanpa keterlibatan emosi, kegiatan saraf otak itu kurang dari yang dibutuhkan untuk merekatkan pelajaran dalam ingatan”. Sedangkan seseorang akan belajar dengan segenap kemampuan apabila dia menyukai apa yang dia pelajari dan dia akan merasa senang terlibat di dalamnya  (Howard Gardner, 1995,  dalam DePorter, dkk, 2000, h. 23). 
        Hasil penelitian Maulana, mengatakan bahwa hampir seluruh mahasiswa (85%) tertarik dengan perkuliahan matematika karena di dalamnya disajikan metafora, sehingga perkuliahannya lebih menyenangkan, dinamis, menantang, tidak membosankan, dan tidak keluar dari pedoman materi yang disajikan.
Metafora merupakan pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan, kiasan, atau perumpamaan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Misalnya “tulang punggung” dalam  kalimat pemuda adalah “tulang punggung” negara. Metafora juga merupakan kegiatan memaparkan cerita tentang hakikat kesuksesan, perumpamaan-perumpamaan mengenai suatu bentuk kehidupan yang akan mereka hadapi kelak, simulasi, ataupun kisah-kisah berbagai orang sukses dalam hidupnya, serta legenda-legenda lainnya. Melalui penggunaan Metafora dalam kegiatan pembelajaran, diharapkan siswa memiliki wawasan yang lebih tentang kehidupan nyata yang akan mereka hadapi sehingga motivasi mereka dalam belajar dapat ditingkatkan (Alhaddad, I, 2012).
Berpikir metaforik adalah proses berpikir yang menggunakan metafora-metafora untuk memahami suatu konsep. Menurut Holyoak & Thagard (1995) dalam (Hendriana, 2012) metafora berawal dari suatu konsep yang diketahui siswa menuju konsep lain yang belum diketahui atau sedang dipelajari siswa. Metafora tergantung kepada sejumlah sifat dari konsep dan benda yang dimetaforkan.
Dari uraian di atas maka metafora dapat kita gunakan dalam pembelajaran matematika untuk membawa siswa ke dalam masalah kehidupan nyata. Metafora dapat diaplikasikan baik dalam apersepsi di awal pembelajaran, di tengah pembelajaran ataupun di akhir pembelajaran, dengan cara bercerita mengenai kehidupan yang berhubungan dengan konsep atau materi yang akan dipelajari siswa yang dapat membangkitkan hasrat dan minat atau motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran. 

B. Kesimpulan dan Aplikasi dalam Pembelajaran
Metapora dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika baik pada awal pembelajaran, di tengah pembelajaran, atau di akhir pembelajaran. Cara penerapannya bisa dengan bercerita tentang sejarah penemu atau ilmuwan yang dengan gigih dan penuh perjuangan serta semangat untuk menemukan atau membuktikan teori  yang akan dipelajari oleh siswa. Misalnya Sebelum siswa mempelajari materi teorema Pthagoras guru bercerita dulu tentang Pthagoras yang telah menemukannya.
Cara yang lainnnya misalnya untuk pemahaman konsep aljabar atau mengenai makna dari suatu variabel dan suku sejenis, dapat menggunakan benda-benda yang ada di sekitar atau di dalam kelas seperti pensil, buku, dan lainnya. Dapat juga kita gambarkan baik di papan tulis ataupun dengan media powerpoint supaya siswa lebih tertarik.
Di tengah pembelajaran kita bisa memberikan contoh permasalahan dengan menggunakan masalah kontekstual, misalnya pada materi operasi bilangan bulat dapat menggunakan cerita katak yang berada di dasar sumur kemudian naik atau loncat sedikit demi sedikit, cerita ini dapat mendorong siswa untuk berfikir dan menghantarkan kepada pemahaman konsep operasi pada bilangan bulat.
Contoh lainnya pada materi fungsi kuadrat dapat dihubungkan dengan permainan olah raga basket yaitu dengan menggunakan fungsi kuadrat dapat diperkirakan dalam jarak tertentu dan ketinggian tertentu pemain basket dapat memasukkan bolanya ke dalam keranjang. Hal ini sangat menarik bagi siswa.
Metapora sangat baik digunakan pada pembelajaran apalagi jika materi yang akan dipelajari siswa materi yang abstrak, guru dapat menggunakan metapora-metapora supaya terhubungkan antara keabstrakan dengan kehidupan nyata.


Referensi

    DePorter, Bobbi; Reardon, Mark; dan Nourie, Sarah Singer (2000). Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Kaifa. 
https://www.google.com/searchq=

    Maulana (            ). Penggunaan Metafora Dalam Perkuliahan Matematika. UPI Kampus Sumedang. 



Posting Komentar

0 Komentar