LAPORAN BUKU

 

KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur penulis panjatkn kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat, ilmu dan amal, sehingga tugas ini  dapat diselesaikan . Tugas ini merupakan tugas tentang Laporan Hasil Membaca Buku Karangan Prof. Dr. H. Mohamad Surya. Pembuatan tugas ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pembelajaran Matematika pada semester ganjil. Bukan hanya laporan buku tetapi penulis harus mengimplementasikan topik yang dipilih dalam pembelajaran matematika.

            Adapun judul buku yang  dipilih adalah Strategi Kognitif dalam Pembelajaran karangan Prof. Dr. H. Mohamad Surya. Semoga laporan buku dan implementasi yang penulis buat dapat bemanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca. Walaupun tulisan ini masih banyak kekurangan tetapi semoga menambah wawasan pembaca dan pembaca menjadi tertarik untuk membaca bukunya.

 

 

 

                                                                                                   Penulis

 

                                                                                              Yulia Nursari

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Maksud dan Tujuan Penulisan Laporan

            Laporan buku yang penulis susun adalah laporan buku Non-Fiksi yaitu buku yang berjudul Strategi Kognitif dalam Pembelajaran. Laporan buku ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pembelajaran Matematika pada semester I. Selain membuat laporan buku, tugas yang diberikan adalah bagaimana implementasi dari topik yang dipilih pada pembelajaran matematika.

            Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pembelajaran Matematika, penulisan laporan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai salah satu topik yang dipilih dari buku Strategi Kognitif Pembelajaran dan gambaran sekilas mengenai buku dan pengarangnya.

 

B. Identitas

Judul Buku                              : Strategi Kognitif dalam Pembelajaran

Pengarang                               : Prof. Dr. H. Mohamad Surya

Penerbit                                   : ALFABETA BANDUNG

Tahun Terbit                            : 2016

Ukuran Dimensi Buku            : 16  24 cm

Tebal Buku                              : 232 halaman

Format Perwajahan                 : 1. Warna dasar cover depan berwarna hitam dan bergambar          papan                                        catur dan puzzel , judul buku berwarna putih, serta                                                                                               nama              pengarang ditulis dibagian atas buku berwarna putih.

                                                2. Warna dasar cover belakang berwarna hitam dan bergambar                                                 papan catur dilengkapi gambaran umum mengenai isi buku                                                   tersebut serta terdapat nama penerbit di bagian bawah cover.

C. Kepengarangan

            Prof. Dr. H. Mohamad Surya (lahir di KuninganJawa Barat8 September 1941; umur 76 tahun) adalah akademisi dan pengajarIndonesia. Ia pernah menjabat Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) periode 1998-2003 dan periode 2003-2008. Selain itu, juga menjadi salah seorang dari empat orang wakil asal provinsi Jawa Barat yang menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2004-2009.

            Mohamad Surya adalah putera dari Sastrasantana, yang juga seorang guruPendidikan yang diikutinya dimulai dari SD Citangtu Kuningan (lulus tahun 1954), kemudian SGA/KGA (1962), sarjana muda IKIP Bandung (1965), dan sarjana pendidikan IKIP Bandung(1968). Gelar doktor pendidikan diraihnya tahun 1979, juga dari IKIP Bandung setelah mempertahankan disertasi mengenai faktor non-intelektif pada siswa berprestasi kurang. Selain itu, ia juga mengikuti program refreshing di Ohio State University (1987) dan program Internship di Indiana University (1989).

            Kariernya sebagai Guru diawali dengan menjadi pengajar Sekolah Rakyat (sekarang SD) di Kuningan (1958-1962). Kemudian menjadi guru SPG-B/SMA di Bandung (1966-1973). Mulai tahun 1966, ia menjadi dosen di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan menyandang jabatan sebagai guru besar sejak tahun 1997.

Keterlibatan di PGRI sudah dilakukannya sejak tahun 1958, sebagai anggota ataupun sebagai pengurus. Sedangkan jabatan sebagai ketua umum organisasi ini, terakhir diperolehnya saat terpilih untuk kedua kalinya tanggal 12 Juli 2003 dalam Kongres ke XIX PGRI yang berlangsung di SemarangJawa Tengah.

 

.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

LAPORAN ISI BUKU

A. Latar Belakang Pemilihan Topik

            Saat ini pemerintah memberlakukan  kurikulum 2013 dimana pada kurikulum 2013 ini diharapkan dapat diimplementasikan pembelajaran abad 21. Penerapan pemelajaran abad 21 pada kurikulum 2013 ini untuk menyikapi tuntutan zaman yang semakin kompetitif.

            Menurut Rudi Mustafa dalam sebuah postingan pada 22 Mei 2017 menyatakan sebagai berikut ini.

Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik berbeda dengan pembelajaran yang berpusat pada pendidik/guru, berikut karakter pembelajaran abad 21 yang sering disebut sebagai 4 C, yaitu:

Communication (Komunikasi)

Pada karakter ini, peserta didik dituntut untuk memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia. Peserta didik diberikan kesempatan menggunakan kemampuannya untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu pada saat berdiskusi dengan teman-temannya maupun ketika menyelesaikan masalah yang diberikan oleh pendidik.

Collaboration (Kerjasama)

Pada karakter ini, peserta didik menunjukkan kemampuannya dalam kerjasama berkelompok dan kepemimpinan; beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab; bekerja secara produktif dengan yang lain; menempatkan empati pada tempatnya; menghormati perspektif berbeda. Peserta didik juga menjalankan tanggungjawab pribadi dan fleksibitas secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan masyarakat; menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain.

Critical Thinking and Problem Solving (Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah)

Pada karakter ini, peserta didik berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit; memahami interkoneksi antara sistem. Peserta didik juga menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk berusaha menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan mandiri, peserta didik juga memiliki kemampuan untuk menyusun, mengungkapkan, menganalisa, dan menyelesaikan masalah.

Creativity and Innovation (Daya cipta dan Inovasi)

Pada karakter ini, peserta didik memiliki kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain; bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.

            Sehingga pada abad 21 saat ini yang bisa disebut sebagai era pengetahuan, maka  tujuan pendidikannya pun adalah:

1) mempersiapkan orang  dalam dunia pasang surut, dinamis, unpredictable (tidak bisa     

    diramalkan),

2) perilaku yang kreatif,

3) membebaskan kecerdasan individu yang unik, serta

4) menghasilkan inovator.

Dengan demikian, model  sekolah pada abad ini mengharapkan pendidikan dapat menjadikan individu-individu yang mandiri, sebagai pelajar yang mandiri.

            Salah satu ciri pembelajaran abad 21 adalah Critical Thinking Dan Problem Solving.

Dalam ciri ini mengimplikasikan bahwa siswa harus memiliki kemampuan berfikir diantaranya: kreatif, berfikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan pembelajar. Bukan hanya siswa yang dituntut untuk berpikir kritis dan kreatif serta inovatif tetapi guru pun demikian.

            Untuk lebih memahami apa dan bagaimana cara berfikir serta penerapannya dalam pendidikan khususnya dalam pembelajaran matematika maka penulis mengambil salah satu topik dari salah satu buku karangan Prof. Dr. H. Mohamad Surya yang berjudul Strategi Kognitif dalam Pembelajaran. Topik terseut adalah “BERPIKIR” yang merupakan judul dari BAB IX halaman 117-136.

 

 

B. Isi Buku (Bab IX “BERPIKIR”)

1.      Pengertian dan Proses berpikir

      Berpikir adalah perilaku kognitif dalam tingkat yang lebih tinggi atau tertinggi yang merupakan bentuk pengenalan dengan memanipulasi sejumlah konsep terutama dalam tatanan konsep abstrak. Oleh karena itu kemampuan berpikir hanya mungkin dapat dilakukan apabila telah memiliki konsep-konsep tertentu dengan ditunjang daya nalar yang kuat.

      Poses berpikir berlangsung melalui moda-moda kognitif yang meliputi pengamatan, ingatan, pembentukan konsep, pemberian respons, menganalisis, memandingkan, imajinasi, dan penimbangan (judging).

Moda-moda kognitif didukung oleh  delapan unsur berikut:

a.       Tindakan yang dilakukan dengan satu tujuan yang disadari.

b.      Dilakukan berdasarkan sudut pandang tertentu.

c.       Berbasis suatu asumsi tetentu secara disadari.

d.      Mengarah kepada satu langkah pelaksanaan dengan kesiapan menghadapi konsekuensi tertentu.

e.       Dilaksanakan dengan menggunakan berbagai informasi dan pengalaman.

f.       Dilakukan dengan menggunakan perkiraan dan timbangan yang berbasis nilai-nilai tertentu.

g.      Menggunakan daya nalar yang baik, sehat, dan ojektif.

h.      Semua tindakan dilakukan dalam upaya memperoleh jawaban satu pertanyaan tertentu.

 

      Menurut para ahli berpikir dikategorikan menjadi dua yaitu berpikir dengan otak kiri dan berpikir dengan otak kanan.

      Dari sudut arah berpikir dibedakan antara convergent thinking (berpikir memusat) yaitu berpikir yang terpusat pada satu aktivitas dan sasaran, dan divergent thinking (berpikir menyebar) yaitu berpikir secara menyebar. Convergent thinking lebih bersifat ke kiri dengan karakteristik lebih terarah, lebih eksplisit, dapat berfokus pada satu sasaran. Divergent thinking lebih bersifat ke kanan dengan karakteristik lebih bersifat ke kanan dengan karakteristik menunda timbangan, mencari dan menerima lebih banyak gagasan membangun gagasan, dapat keluar dari rel rancangan. Tugas guru harus mampu berpikir dengan seimbang antara otak kiri dan otak kanan serta menjaga keseimbangan antara berpikir konvergen dan divergen.

      Berpikir kritis lebih bersifat ke kiri dengan fokus menganalisis dan mengembangkan berbagai kemungkinan. Berpikir kreatif lebih ersifat ke kanan dengan fokus membuat dan mengomunikasikan hubungan baru yang lebih bermakna.

 

2.      Perkembangan Berpikir

      Perkembangan berpikir (kognitif) merupakan salah satu aspek perkembangan mental yang bertujuan untuk :

a.       Memisahkan kenyataan yang sebenarnya dengan fantasi;

b.      Menjelajah kenyataan dan menentukan hukum-hukumnya;

c.       Memilih kenyataan-kenyataan yang berguna bagi kehidupan;

d.      Menentukan kenyataan yang sesungguhnya dibalik sesuatu yang nampak.

 

      Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses perkembangan kemajuan individu melalui suatu rangkaian yang secara kualitatif berbeda dalam berpikir.Perkembangan kognitif terbentuk melalui interaksi yang konstan antara individu dan lingkungannya yyang dikendalikan oleh adanya prinsip keseimbangan.

Dari interaksi dengan lingkungan individu akan memperoleh pengetahuan dengan menggunakan asimilasi, akomodasi, dan dikendalikan oleh prinsip keseimbangan.

      Pekembangan kognitif merupakan pertumbuhan berpikir logis dari masa bayi sehingga dewasa, yang berlangsung melalui empat peringkat seperti berikut ini.

Peringkat sensori-motor (0 – 1,5 tahun), aktivitas kogniti berpusat pada aspek alat dari sensori dan gerak; preoperasional (1,5 – 6 tahun), anak telah mampu menunjukan aktivitas kognitif dalam menghadapi  berbagai hai di luar dirinya, congcrete operational ( 6 – 12 tahun), anak telah dapat membuat pemikiran tentang situasi atau kongkrit secara logis; fomal operational (12 tahun ke atas), perkemangan kognitif ditandai dengan kemampuan individu untuk  berpikir secara hipotesis dan berbeda dengan fakta, memahami konsep abstrak, dan kemampuan mempertimbangkan kemungkinan cakupan ang luas dari hal-hal yang terbatas.

      Proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan peringkat perkembangan kognitif siswa.

      Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pengajaran, antara lain sebagai berikut ini.

a.       Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa, maka pada saat mengajar guru menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.

b.      Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik

c.       Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tapi tidak asing.

d.      Beri peluang anak belajar sesuai dengan peringkat perkembangannya.

e.       Di dalam kelas,  anak-anak hendaknya banyak dieri peluang untuk saling berbicara dengan teman-temannya dan saling erdiskusi.

 

3.      Bepikir kritis

      Berpikir kritis merupakan salah satu strategi kognitif dalam pemecahan masalah yang lebih kompleks dan menuntut pola yang lebih tinggi. Berpikir kritis lebih anak berada dalam kendali otak kiri dengan fokus pada menganalisis dan mengembangkan berbagai kemungkinan dari masalah yang dihadapi. Berpikir kritis yaitu berpikir untuk:

a.       Membandingkan dan mempertentangkan berbagai gagasan;

b.      Memperbaiki dan memperhalus;

c.       Bertanya dan verifikasi;

d.      Menyaring, memilih dan mendukung gagasan;

e.       Membuat keputusan dan timbangan;

f.       Menyediakan landasan untuk suatu tindakan.

      Deinisi-definisi berpikir kritis :

a.       Satu pola berpikir reflektif yang berfokus pada pembuatan keputusan tentang apa yang diyakini atau yang dilakukan (Ennis, 1987, dalam Bruning, 2012)

b.      Berpikir kritis adalah berpikir yang lebih baik (Perkins, 2001, dalam Bruning, 2012)

c.       Berpikir ang membedakan antara berpikir yang diarahkan mendapatkan tujuan dengan mengklarifikasi tujuan (Nickerson, 1987 dalam Bruning 2012).

 

 

 

4.      Keterampilan-keteampilan dalam Berpikir Kritis

      Ada dua faktor penting yang menunjang kecakapan berpikir kritis   yaitu disposisi dan kecakapan.

      Komponen utama berpikir kritis adalah pengetahuan. Pengetahuan merupakan sesuatu yang digunakan untuk berpikir secara kritis dan juga diperoleh sebagai hasil berpikir kritis.

Pengetahuan dalam bentuk strategi secaa akti akan mementuk arahan dalam pemecahan masalah. Hal penting lainnya aitu infefensi atau membuat kesimpulan dalam proses berpikir kritis. Terdapat empat macam inferensi aitu deduksi, induksi, evaluasi, dan metakognisi.

      Selanjutnya , Ennis (1987 dalam Bruning, 2014) menyatakan ada dua belas keterampilan yang diperlukan dalam proses berpikir kritis secara efektif  seperti berikut ini.

 

a.       Memfokuskan  pada pertanyaan.

b.      Menganalisis argument;

c.       Menanyakan dan menjawab pertanyaan klarifikasi.

d.      Menimbang kredibilitas suatu sumber;

e.       Mengamati dan menimang laporan hasil pengamatan;

f.       Menimbang deduksi;

g.      Menimbang induksi;

h.      Membuat timbangan nilai

i.        Meumuskan istilah dan menimbang definisi;

j.        Mengidentifikasi asumsi;

k.      Memutuskan suatu tindakan.

l.        Berinteaksi dengan orang lain.

 

5.      Perencanaan Program Keterampilan Bepikir Kritis

      Terdapat dua kategoi yang dirancang untuk memperbaiki keterampilan bepikir yaitu Stand-alone programs dan Embedded programs.

      Tedapat tiga tahapan pengembangan pogram keteampilan berpikir kritis.

a.       Identifikasi keterampilan yang tepat

Terdapat dua model program keterampilan berpikir kritis yaitu model deskriptif, yang menjelaskan bagaimana berpikir terjadi secara aktual dan model preskriptif, yang menjelaskan bagaimana keterampilan berpikir yang baik seharusnya terjadi.

b.      Menerapkan pengajaran

Agar program dapat berjalan dengan efektif, para pengajar harus menyajikan keterampilan berpikir dalam urutan yang jelas dan bemakna, yang meliputi: (1) pengembangan hipotesi mengenai sebab-sebab suatu peristiwa; (2) membangun aturan untuk menata bukti-bukti yang diterima; (3) mengumpulkan bukti-bukti baik dari sumber eksternal maupun internal; (4) menguji reliabilitas bukti; dan (5) menilai sebab-sebab yang berbeda.

c.       Menilai program.

Untuk mengetahui keefektifan program, langkah penting yang harus dilakukan yaitu menilai program sejak program mulai dirancang, selama implementasi, dan setelah program diterapkan.

 

6.      Berpikir Ilmiah

      Pola berpikir yang dipergunakan dalam menghasilkan suatu kara ilmiah merupakan pola berpikir reflektif, yaitu pola berpikir dengan prosedur yang dilakukan melalui aktivitas mengadakan refleksi secara logis dan sistematis diantara kebenaran ilmiah dan kenyataan empiris dalam mencari jawaban terhadap suatu masalah. Cara berpikir reflektif mengandung proses berpikir induktif dan deduktif secara terpadu yang mendasari keseluruhan proses bepikir.

      Terdapat tiga aspek yang diperlukan dalam menjuruskan ke dalam berpikir ilmiah, yaitu     sebagai berikut :

a.       Penjelasan Ilmiah

Cara memberikan penjelasan dapat dilakukan dengan : (1) memberikan nama atau simbol terhadap pokok pikiran yang akan dijelaskan, (2) penjelasan secara historis yaitu suatu pikiran dengan menghubungkan kepada kenyataan-kenyataan sebelumnya secara logis; (3) penjelasan dengan korelasi empiris yaitu memberikan penjelasan suatu pikiran dengan menghubungkan dengan pikiran lain yang terjadi bersamaan secaa logis. Dilihat dari sifatnya, penjelasan ilmiah dapat berupa penjelasan deskriptif, induktif, atau deduktif.

b.      Pengertian Operasional

      Membuat pengertian operasional dapat dilakukan dengan membuat definisi atau    sinonim dari hal-hal  yang akan dijelaskan.

c.       Berpikir Kuantitatif

Untuk lebih menjamin ojektivitas penyampaian pikiran atau keterangan, maka diperlukan adanya proses   kuantifikasi informasi yang diperoleh, dan ini menunjukkan                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 perlunya data kuantitatif sebagai pendukung terhadap segala sesuatu pikirran yang akan dikemukakan.  

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

 

 Implementasi dari Bab IX (Berpikir) dalam Pembelajaran Matematika

 

A.    Mengembangkan Otak Kiri dan Otak Kanan Secara Seimbang

            Dari uraian mengenai pembelajaran abad 21, yang sering disebut dengan 4C sangat diperlukan kreativitas dari guru. Dalam buku Strategi Kognitif dalam Pembelajaran karangan Prof. Dr. H. Mohamad Surya halaman 119 dinyatakan bahwa  Tugas guru harus mampu berpikir dengan seimbang antara otak kiri dan otak kanan serta menjaga keseimbangan antara berpikir konvergen dan divergen, untuk selanjutnya membimbing siswa agar mampu berpikir secara efektif dalam keseimbangan.

            Pernyataan Prof. Dr. H. Mohamad Surya tersebut sangat sesuai dengan tuntutan pembelajaran abad 21, yaitu guru harus kreatif, inovatif dan berpikir kritis . Bagaimana supaya guru kreatif dan inovatif maka guru harus menggunakan otak kiri dan otak kanan secara seimbang.  Guru yang kreatif, inovatif dan berpikir kritis akan melahirkan  siswa yang berpikir kritis dan kreatif.

            Menurut Prof. Dr. H. Mohamad Surya dalam bukunya halaman119 dibedakan antara pola berpikir kritis dan berpikir kreatif. Bepikir kritis lebih bersifat ke kiri dengan fokus pada menganalisis dan mengembangkan berbagai kemungkinan. Berpikir kreatif lebih bersifat ke kanan dengan fokus membuat dan mengomunikasikan hubungan baru yang lebih bermakna.

            Untuk menerapkan pembelajaran abad 21 yang meliputi 4C dan diantaranya memuat berpikir kritis dan kreatif serta inovatif, guru harus berusaha membuat rencana pembelajaran yang di dalamnya memuat kegiatan yang dapat merangsang otak kiri dan kanan siswa berkembang seimbang. Untuk merangsang otak kanan siswa pada kegiatan pembelajaran di dalamnya diberikan:

1)      Ice breaking atau permainan tetapi tetap dalam koridor pembelajaran. Contoh di awal atau di tengah pembelajaran dilakukan ice breaking atau permainan matematika.

2)      Memberikan Teka-Teki yang berhubungan dengan matematika. Dengan teka-teki biasanya siswa mengerahkan segenap pemikirannya supaya dapat menjawab teka-teki.

3)      Menggunakan media pembelajaran yang merangsang audio isual seperti Power Point, Aplikasi Matematika, Game matematika yang merangsang penglihatan dan pendengaran siswa.

 

Untuk merangsang otak kiri supaya berpikir kritis dalam evaluasi diberikan soal-soal open ended atau yang sekarang sedang dianjurkan dalam pembelajaran abad 21 dikenal dengan soal HOTS (Higher Order Thinking Skill). Soal-soal HOTS diberikan pada:

1)      Proses Pembelajaran ketika siswa mengerjakan Lembar Kerja Siswa bersama dengan teman sekelompoknya sehingga diantara siswa terjadi saling bertukar pikiran.

2)      Setelah proses pembelajaran yaitu diberikan sebagai pekerjaan rumah.

3)      Waktu tertentu diberikan kepada sebagian siswa yang mempunyai bakat terhadap matematika yaitu pemberian latihan soal-soal olympiade.

 

B.     Menerapkan Keterampilan Berpikir Kritis

            Untuk menerapkan keterampilan berpikir kritis pada siswa di kelas, dirancang model pemelajaran yang dapat mendorong siswa untuk melakukan kegiatan yang memuat keterampilan berpikir kritis. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) adalah model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa karena dengan model ini siswa berusaha mengeluarkan semua kemampuannya untuk memahami masalah, mencari strategi pemecahan masalah, melaksanakan strategi dalam menyelesaikan masalah dan meneliti kembali hasil pemecahannya. Dalam model pembelajaran berbasis masalah ini diperlukan kerjasama antar anggota kelompok dan ini merupakan kegiatan interaksi antara siswa yang merupakan keterampilan yang diperlukan dalam poses berpikir kritis.

            Model Pembelajaran Discoery Learning bisa dijadikan alternatif model pembelajaran untuk menerapkan keterampilan berpikir kritis siswa karena siswa dituntut untuk mencari informasi dan menggunakan informasi untuk menemukan suatu konsep atau prinsip-prinsip. Alur kegiatan yang dilakukan siswa dalam model pembelajaran Discovery Learning merupakan keterampilan yang diperlukan dalam poses berpikir kritis.

            Model Project Based Learning juga merupakan model pembelajaran yang lebih menantang sebab siswa selain melakukan kegiatan di kelas juga melakukan kegiatan di luar kelas. Dengan model ini siswa dituntut merencanakan project yang akan dibuat, menyusun langkah-langkah, menentukan bahan-bahan yang diperlukan, menentukan jadwal atau waktu untuk menyelesaikan project, mencari informasi di luar kelas, berkonsultasi dengan guru ataupun dengan sumber lain di luar sekolah, sampai diperoleh hasil sesuai rencana. Semua kegiatan dalam project based learning merupakan keterampilan yang diperlukan dalam poses berpikir kritis.

            Dalam penerapan pembelajaran abad 21 harus mengembangkan komuikasi dan kolaboasi serta menggunakan teknologi maka digunakanlah komputer atau aplikasi-aplikasi matematika dalam pembelajaran di kelas untuk menarik minat siswa supaya siswa tidak merasa bosan dan monoton. Untuk hal ini maka guru harus meningkatkan kompetensinya dalam segala bidang bukan hanya mata pelajaran saja tetapi dalam bidang teknologi karena ciri dari pembelajaran abad 21 adalah penggunaan TIK baik di kelas ketika tatap muka ataupun di luar kelas seperti memberikan tugas atau latihan online.

 

 

C.    Menerapkan Berpikir Ilmiah

 

      Berpikir Ilmiah dalam pembelajaran sehari-hari bisa diterapkan dengan menggunakan model pembelajaran Discoery Learning karena dalam langkah-langkahnya memerlukan pemikiran seperti ilmuwan. Dalam model ini siswa harus mampu menemukan konsep ataupun prinsip-prinsip dalam matematika dan untuk menemukannya diperlukan aspek-aspek berpikir ilmiah. Dengan model ini siswa dilatih aspek berpikir ilmiah yaitu penjelasan ilmiah dimana siswa harus bisa menghubungkan pengetahuan yang sudah diperoleh dengan pengetahuan baru serta siswa harus mampu menjelaskan secara ilmiah.

      Selain menggunakan model pembelajaran discovery learning untuk melatih berpikir ilmiah siswa bisa dengan memberikan soal-soal yang memerlukan kemampuan penalaran seperti soal pemecahan masalah.

 

A.     

B.      

DAFTAR PUSTAKA

 

Surya, M.  (2016) Strategi Kognitif dalam Pembelajaran. Bandung, Alfabeta

https://ainamulyana.blogspot.com › Berita › Pembelajaran

 

 

 

 


Posting Komentar

4 Komentar